Kepercayaan yang Sangat Besar
Tsana
mengatakan : “Kepercayaan ibu kepada ayah besar sekali. Para akhwat datang dan
duduk bersama ayah terkadang mendiskusikan banyak masalah dakwah tentu saja
secara terbuka. Tapi ibu tidak pernah merasakan kesempitan dengan hal itu dan
tidak bertanya apa yang dilakukan para akhwat itu, sebagaimana dilakukan oleh
umumnya istri. Kepercayaan kepada ayah sangat besar dan sulit digambarkan.
Sampai ketika rumah kami termasuk ke dalam peta rumah yang akan dihancurkan
ibuku meminta ayah untuk membelikan rumah kecil untuk kami. Tapi ketika itu
ayah mengatakan dengan keimanan mendalam: “Wahai Ummu Wafa, istana kita menanti
di surga. Allah takkan meyia-nyiakan kita di dunia.” Perkataan itu meresap
dalam hati ibuku dengan penuh cinta dan sikap lapang. Ibu tidak marah dan tidak
kecewa seperti banyak dilakukan para istri saat ini. Selalu saja ayah memanggil
ibu dengan ungkapan, wahai Ummu Wafa. Dan ibu memanggil ayah dengan panggilan,
wahai Ustadz Hasan. Itu karena adanya rasa saling menghormati di antara mereka.
Praktik Tarbiyah Hasan Al Banna kepada anak-anaknya
Adanya visi yang benar dan kemampuan aplikasi sikap yang
baik, adalah syarat utama dalam pentarbiyahan keluarga. Bila seseorang tidak
memiliki visi dalam hidupnya, ia seperti seorang buta yang tidak memiliki petunjuk.
Atau, seperti musafir di tengah padang pasir tanpa memegang peta dan alat
petunjuk apapun. Bila seseorang tidak mampu mengejahwantahkan perilaku yang
baik, maka visi yang dimilikinya hanya bermakna ilmu teoritik belaka atau
filosofi yang jauh dari kenyataan lahir. Dan kedua kondisi itu sama tidak
bermanfaatnya.
Ketika kita
mempelajari perilaku Hasan Al Banna di dalam rumahnya, kita akan mendapatkan
dia sebagai sosok yang mampu menjadi contoh dalam segalanya. Ia memiliki visi
yang jelas dan mulia, sehingga itu juga yang menjadikannya secara sadar
menjalani berbagai aktivitas hidupnya. Mari kita masuki rumah Imam Hasan Al
Banna rahimahullah untuk melihat, bagaimana ia mendidik anak-anak dan istrinya.
1. Makan Bersama, yang Menjadi Prioritas
Siapakah di antara para
juru dakwah yang merasa tidak punya lagi waktu untuk sekedar makan bersama
anak-anak di rumah? Imam Hasan Al Banna rahimahullah, mempunyai catatan
kehidupan dakwah yang begitu memukau. Hasan Al Banna, dalam buku sejarah
dakwahnya, dituliskan telah berhasil membentuk fondasi sebuah gerakan dakwah
bernama Al Ikhwan Al Muslimun hanya setelah ia tinggal 6 bulan di Ismailiyah,
salah satu distrik kota Kairo Mesir. Lalu dalam rentang waktu selanjutnya,
selama 15 tahun, Al Banna terus melebarkan sayap dakwahnya dengan membentuk
sayap Al Ikhwan di 20 negara. Di kota Kairo sendiri, ia mendirikan fondasi
pembentukan 2000 cabang Al Ikhwan. Tapi, ternyata beliau masih mampu
menyempatkan waktu untuk makan bersama anak-anaknya di rumah. Suasana makan
bersama itulah di antara detik-detik penuh kenangan bagi anak-anaknya.
Tsana puteri Al Banna
bercerita : “Beliau sangat mengerti apa yang dikatakan Rasulullah,
“Sesungguhnya badanmu mempunyai hak, keluargamu juga punya hak...” Misalnya
saja, ayah biasa tidur hanya empat jam saja dalam satu hari. Karena itu, salah
satu dari sepuluh wasiat ayah adalah bahwa sebenarnya pekerjaan yang harus
dilakukan lebih banyak dari waktu yang tersedia. Ini sama dengan apa yang
dirasakan para mujahid umumnya. Sedangkan sekarang, kami tahu bagaimana
menyia-nyiakan waktu dan mencari alasan untuk membuang waktu. Engkau lihat ayah
selalu berusaha untuk bersama-sama makan dengan keluarga, bahkan meskipun
ketika ada tamu, ia tetap berusaha meminta mereka datang ke rumah agar ketika
waktu makan pagi ayah bisa bersama kami.”
2. Tak Ada Suara Keras di Rumah Kami
Sikap pertama seorang ayah yang sukses adalah bila ia
mempunyai peta perhatian yang menyeluruh terhadap anak-anaknya. Sekaligus itu
pulalah yang saat ini hilang dari banyak para ayah. Bahkan tak sedikit para
da’i yang kurang memiliki perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya dengan
dalih kesibukan dan perhatiannya sepanjang hari di luar rumah untuk berdakwah.
Lalu ketika pulang, ia hanya mendapati anaknya sudah terlelap tidur. Mereka
sedikit sekali memberi bekal yang cukup dan bermanfaat untuk anak-anaknya.
Tapi, itu tidak terjadi pada Imam Hasan Al Banna yang mengkonsentrasikan
pikirannya untuk membangun ummat. Rumah beliau dan anak-anaknya tetap memiliki
porsi perhatian yang besar, diiringi keseriusan dalam bentuk pengaturan dan
pentarbiyahannya.
Tsana
bercerita, “Kami tidak pernah merasakan adanya beban kegiatan yang dirasakan
ayah selama di rumah. Misalnya saja, kami tidak melihatnya seperti banyak orang
yang kerap berteriak atau bersuara keras di dalam rumah, dan semacamnya sebagai
akibat dari tekanan mental dan fisiknya setelah banyak beraktivitas di luar
rumah. Bahkan yang paling penting dalam kehidupan ayah adalah soal pengaturan
keluarga.
Jika Anda
baca bagaimana peri kehidupan ayah, engkau akan lihat bahwa semuanya berjalan
sesuai apa yang dicontohkan Rasulullah SAW.
3. Bangunkan Aku Tujuh Menit Lagi.........
Kesibukan dakwah yang dilakukan Al Banna, jelas membawa
efek yang lazimnya menjadikan waktu bertemu dengan keluarga tersita, Tapi,
Hasan Al Banna ternyata mampu menyiasati kesibukannya itu untuk tetap menemani
anak-anaknya di saat mereka melewati masa liburan.
Sampai-sampai dalam masalah perjalanannya, ayah
mengaturnya juga. Misalnya, di musim panas, ayah mengatur perjalanan ke arah
Utara dan di waktu musim dingin ke arah Selatan. Itu dilakukan agar ayah bisa
memanfaatkan waktu libur di musim panas untuk pergi dan melewati kampung demi
kampung,” ujar Wafa.
Wafa melanjutkan, “Ayah lebih suka pergi ke arah Selatan
di musim dingin karena ia bisa pergi ke daerah itu dan pulang kembali dalam
hari itu juga. Ayah pergi waktu pagi untuk bekerja dan pulang ke rumah untuk
makan siang bersama kami. Terkadang beliau istirahat sejenak di rumah.”
Sampai suatu ketika Wafa bercerita pada kami bila ayah
pernah memintanya untuk dibangunkan setelah tidur selama tujuh menit. Wafa
mengatakan. “Aku lalu menyiapkan minuman untuknya. Tapi ketika selesai membuat
minuman, aku sudah melihat ayah di sampingnya dan bertanya, “Sedang membuat
minum ya Wafa?” Ayah sangat mampu mengatur dirinya dan selalu disiplin terhadap
dirinya sendiri. Setelah itu ia pergi sendiri ke salah satu distrik Selatan
lalu kembali waktu sore harinya.”
Ahmad Saiful Islam pernah ditanya; ”Kami mengenal Hasan
Al Banna selalu sibuk dalam perjalanan ke berbagai daerah untuk menyebarkan
dakwah ke seluruh pelosok. Apakah beliau juga duduk bersama kalian dalam waktu
yang cukup menurut Anda?” Saiful Islam menjawab, “Ayah-semoga Allah
merahmatinya- adalah manusia yang mendapat taufiq Allah dalam hal ini. Beliau
menggantikan waktu yang ia khususkan untuk kami dengan waktu lain bila beliau
harus pergi. Tapi dalam hal ini, ayah mempunyai keistimewaan. Anda bisa saja
hanya duduk bersamanya selama dua jam, dan ternyata itu sudah memuaskan Anda.”
4. Mau Tahu Tentang Masa Kecilku?
Anak adalah investasi besar untuk dakwah dan tentu saja
untuk kemanusiaan keseluruhan. Karena itulah Hasan Al Banna melakukan
perencanaan yang baik untuk semua anak-anaknya. Dia selalu menjaga proses
pelaksanaan rencana itu dalam sebuah map yang berisi seluruh masalah anak yang
penting diperhatikan, seperti masalah kesehatan dan masalah kemajuan atau
kemunduran penguasaan pelajaran sekolah.
Di antara poin yang diingat Saiful Islam, map itu berisi
antara lain:
1. Tanggal dan sejarah kelahiran
2. Nomor kelahiran
3. Schedule pemberian obat dan makanan
4. Surat keterangan dokter
5. Keterangan atau catatan tentang kondisi sakit secara
detail
6. Ijazah anak-anak
7. Catatan seputar prestasi anak-anak di sekolah
8. Dan lain-lain
Setiap anak-anak Al Banna, disediakan catatan
masing-masing. Di dalam map itu Imam Al Banna menuliskan sendiri keterangan
detail tentang sejarah dan tanggal kelahiran, nomor kelahiran, pola pengaturan
makanan bagi si kecil dan seterusnya. Al Banna juga mengumpulkan seluruh surat
keterangan atau resep dokter yang memeriksa anak-anaknya. Jika mereka terkena
penyakit yang sama, biasanya Al Banna mengajukan kepada dokter yang
mengobatinya, rincian resep yang telah diberikan lengkap dengan tanggal
pemberiannya. Setiap surat resep itu juga disertai catatan kecil tentang
kondisi anak. Isinya keterangan tentang berapa lama si anak mengkonsumsi obat?
Berapa banyak dosis obat yang diminum? Apakah seluruh resep dokter telah
diminum semua?
Dalam map itu juga tersimpan rapi semua ijazah dan raport
anak-anak. “Ayah meletakkannya di bagian paling pertama dengan beberapa catatan
yang ditulisnya sendiri. Misalnya saja tulisan ayah tentang raport dan ijazah
Saiful Islam, ditulisnya “Saif perlu peningkatan dalam hal ini dan ini....Wafa
perlu dibantu dalam materi pelajaran ini......” ujar Tsana. Demikian catatan
demi catatan itu ditulis oleh Hasan Al Banna untuk satu per satu anak-anaknya.
Tsana mengatakan, “Tentang apa yang diberikan khusus
untuk kami adalah, ayah mengirimkan kami bersama kepada salah seorang ikhwah
untuk membeli beberapa keperluan sekolah. Ayah-semoga Allah merahmatinya-
menyediakan masing-masing kami satu map khusus, yang digunakan untuk menghimpun
semua hal yang khusus tentang kami untuk perbaikan atau kemajuan di sekolah,
bahkan termasuk masalah makan. Ya, tentang masalah makan dan obat-obatan yang
kami minum sejak kami lahir, juga tentang sakit yang pernah kami derita sejak
kami lahir. Ayah –semoga Allah merahmatinya- sangat teratur dalam mengatur
kewajibannya, sangat dan sangat teratur sekali. Hampir tak ada tumpang tindih
dalam dokumennya.”
5. Ayah Membawakan Bekal Ke Sekolah
Ini salah satu kebiasaan Al Banna yang mungkin jarang
dilakukan para ayah. Beliau memberi bantuan dan pemeliharaan serta perhatian
kepada anak-anak hingga dalam tingkatan menjadikan mereka merasa bahwa mereka
selalu dalam kondisi penuh perhatian dari orang tua. Jika seorang anak merasa
bahwa dirinya adalah nomor satu dalam hati orang tuanya, ini adalah modal utama
keberhasilan dalam mendidik mereka. Tentang perhatian Imam Hasan Al Banna
terhadap anak-anaknya dan bagaimana pemeliharaan Al Banna diceritakan oleh
Saiful Islam :
“Aku tidak melebihkan dan tidak berlebih-lebihan dalam
masalah ini, ketika aku sebutkan bahwa ayah adalah pemimpin rumah tangga ideal.
Sejak aku masih kecil dan masih kanak-kanak aku belum pernah merasakan ayah
kurang memperhatikan kami atau kurang memikirkan masalah kami. Kami justru
takjub ketika kami merasa bahwa kami sendiri saat ini belum bisa mencapai
seperti yang dilakukan ayah kepada kami.”
Berkata Ir. Roja Hasan Al Banna, “Aku ingat, ayah-semoga
Allah merahmatinya- biasa membawakan makan pagi ke sekolah taman kanak-kanak,
ketika usiaku masih lima tahun. Itu karena perhatiannya kepadaku begitu besar
agar aku bisa makan pagi. Ketika itu aku memang sering lupa membawa roti untuk
makan pagi ke sekolah, atau mungkin pula makananku diambil oleh teman-teman di
sekolah. Ayah sangat berusaha untuk membawakan makan pagi itu setiap hari ke
sekolah meskipun aku tahu kesibukannya luar biasa. Tapi beliau tetap tidak
melupakan kami...”
Efek dari sikap itu adalah kecintaan dan keterikatan
sangat kuat antara anak-anaknya kepada Hasan Al Banna. Roja menambahkan, “Kami
sangat mencintai ayah...sangat cinta. Kami mentaati keinginannya karena kami
cinta kepadanya, bukan karena kami takut padanya. Sampai jika ayah pergi, kami
semua sangat merasa kehilangan. Aku ingat ketika saudaraku Roja menghubungi
para ikhwan di kantor pusat Al Ikhwan untuk bertanya tentang Ustadz Iwadh Abdul
Karim tentang kabar ayah yang sedang melakukan perjalanan dakwah.”
Bersambung...
Baca juga Cinta Di Rumah Hasan Al Banna (Bagian 2)
Bersambung...
Baca juga Cinta Di Rumah Hasan Al Banna (Bagian 2)
0 Response to "Cinta Di Rumah Hasan Al Banna (Bagian 3)"
Posting Komentar
Terimakasih Atas Kunjungan Anda "PKS Petiir--Dari Pelosok Banten Bekerja Membangun Indonesia Tercinta"