Jakarta - Ketua FPKS DPR Hidayat Nurwahid mendorong
Dahlan Iskan melaporkan anggota DPR pemeras BUMN ke KPK. Dahlan juga
diminta melaporkan nama-nama anggota DPR bermasalah tersebut ke Badan
Kehormatan DPR.
"Itu pada gilirannya dua alurnya yakni ke BK yang menerima laporan dari masyarakat dan Badan Kehormatan bisa menindaklanjuti laporan masyarakat terkait anggota DPR asalkan Pak Dahlan membawa bukti dan fakta. Itu bisa dilaporkan juga ke KPK untuk ditindaklanjuti dengan jalur yang dibenarkan oleh hukum. Ini harus segera dilakukan supaya tidak ada penunggangan lagi," kata Hidayat kepada detikcom, Selasa (30/10/2012).
Yang dimaksud Hidayat penunggang adalah beredarnya SMS gelap berisi inisial anggota DPR pemeras APBN yang disebut Hidayat diedarkan oleh penumpang gelap. SMS inisial anggota DPR pemeras yang menyebut berasal dari Humas BUMN ini telah membuat sejumlah politisi Senayan marah besar. Humas Kementerian BUMN telah membantah mengirim pesan ini.
Hidayat lalu mengingatkan agar Dahlan benar-benar memiliki bukti atas semua yang diucapkannya. "Saya mengutuk adanya kongkalikong, adanya pemerasan BUMN, dan ini tidak boleh terjadi. Tapi kalau Pak Dahlan membuka nama-nama itu harus dibuka data yang bisa dipertanggungjawabkan karena ini bisa menjadi fitnah," ingatnya.
Hidayat memandang penjelasan Dahlan Iskan saat ini sangat penting. Karena jika penjelasan Dahlan memang didasari bukti yang jelas, BK DPR bisa mengambil langkah cepat untuk memecat anggota DPR yang memeras BUMN, untuk menyelamatkan citra DPR.
"BK pernah memecat anggota DPR dan itu bisa dilakukan kalau Pak Dahlan Iskan memberikan nama-nama disertai bukti-buktinya. Sekali lagi bukti itu sangat diperlukan agar tidak menjadi character assasination," ingatnya.
Sebelumnya Hidayat mendorong Dahlan Iskan untuk segera mengungkap nama-nama anggota DPR yang disinyalir memeras BUMN tanpa menunggu panggilan BK DPR. BK DPR memang mengagendakan pemanggilan Dahlan setelah reses. Dahlan juga mengatakan bersedia membuka nama-nama anggota DPR pemeras jika diundang ke Senayan.[detik.com]
"Itu pada gilirannya dua alurnya yakni ke BK yang menerima laporan dari masyarakat dan Badan Kehormatan bisa menindaklanjuti laporan masyarakat terkait anggota DPR asalkan Pak Dahlan membawa bukti dan fakta. Itu bisa dilaporkan juga ke KPK untuk ditindaklanjuti dengan jalur yang dibenarkan oleh hukum. Ini harus segera dilakukan supaya tidak ada penunggangan lagi," kata Hidayat kepada detikcom, Selasa (30/10/2012).
Yang dimaksud Hidayat penunggang adalah beredarnya SMS gelap berisi inisial anggota DPR pemeras APBN yang disebut Hidayat diedarkan oleh penumpang gelap. SMS inisial anggota DPR pemeras yang menyebut berasal dari Humas BUMN ini telah membuat sejumlah politisi Senayan marah besar. Humas Kementerian BUMN telah membantah mengirim pesan ini.
Hidayat lalu mengingatkan agar Dahlan benar-benar memiliki bukti atas semua yang diucapkannya. "Saya mengutuk adanya kongkalikong, adanya pemerasan BUMN, dan ini tidak boleh terjadi. Tapi kalau Pak Dahlan membuka nama-nama itu harus dibuka data yang bisa dipertanggungjawabkan karena ini bisa menjadi fitnah," ingatnya.
Hidayat memandang penjelasan Dahlan Iskan saat ini sangat penting. Karena jika penjelasan Dahlan memang didasari bukti yang jelas, BK DPR bisa mengambil langkah cepat untuk memecat anggota DPR yang memeras BUMN, untuk menyelamatkan citra DPR.
"BK pernah memecat anggota DPR dan itu bisa dilakukan kalau Pak Dahlan Iskan memberikan nama-nama disertai bukti-buktinya. Sekali lagi bukti itu sangat diperlukan agar tidak menjadi character assasination," ingatnya.
Sebelumnya Hidayat mendorong Dahlan Iskan untuk segera mengungkap nama-nama anggota DPR yang disinyalir memeras BUMN tanpa menunggu panggilan BK DPR. BK DPR memang mengagendakan pemanggilan Dahlan setelah reses. Dahlan juga mengatakan bersedia membuka nama-nama anggota DPR pemeras jika diundang ke Senayan.[detik.com]
0 Response to "PKS Dorong Dahlan Laporkan Anggota DPR 'Tukang Palak' ke KPK"
Posting Komentar
Terimakasih Atas Kunjungan Anda "PKS Petiir--Dari Pelosok Banten Bekerja Membangun Indonesia Tercinta"