Anak: Antara Fitnah dan Cahaya Hati

Anak: Antara Fitnah dan Cahaya Hati
Oleh : Mosleem Hijau Langit Full
Islam dengan tegas menyatakan kedudukan seorang anak. Ia bisa menjadi cahaya hati atau fitnah bagi orang tuanya. Hanya ada dua kecenderungan. Kelalaian orang tua dalam mengarahkan anak akan berakibat fatal. Anak tidak hanya akan menjadi fitnah, bahkan ia akan menjadi musuh (QS.64 Ayat 14). Semua orang tua muslim tentu menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang shaleh/shaleha. Kenyataan sebaliknya justru banyak terjadi. Berbagai kasus menunjukkan, betapa anak telah menjadi fitnah yang sulit di cegah dalam keluarga-keluarga Islam. Kondisi yang sangat memprihatinkan ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Anak adalah rahmat Allah.

Jika kita mendidiknya dengan baik, InsyaAllah anak akan menjadi " Qurrata A'yun " dan mudah-mudahan tidak sampai menjadi fitnah. Kalau kuncinya adalah pendidikan,maka pendidikan seperti apa dan bagaimana..?? dr,Abdullah Nashih'Ulwan, pakar pendidikan Islam menegaskan, hanya ada satu cara agar anak menjadi cahaya hati : pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Pola pendidikan sekuler tidak akan mampu memberikan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan seorang muslim, karena lepas dari Zat Yang Maha Suci yaitu Allah.

Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pembinaan anak, bahkan sejak anak berada dalam rahim ibunya. Seorang muslim yang mendapat pendidikan Islam sejak dini,InsyaAllah akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berbakti kepada kedua orang tuanya. Contoh nyata keberhasilan orang tua mendidik anaknya adalah Nabi Ibrahim. Lewat asuhan beliau lahirlah Nabi Ismail, putra Ibrahim dari rahim Siti Hajar ini rela memenuhi ketetapan Rabb-nya, meskipun untuk itu beliau harus mati. Keikhlasan seperti ini tidak akan kita peroleh melalui literatur para pakar pendidikan anak yang berhaluan sekuler.

Para pendahulu kita juga memiliki keunikan tersendiri dalam mendidik anak. Hasil didikan mereka melahirkan anak-anak yang gigih membela " Izzah Islam " dan kaum muslimin. Tentu saja usaha-usaha mendidik anak tidak semudah membalik telapak tangan. Mendidik anak itu bukan perkara mudah, butuh kesabaran dan kreatifitas. Jadi tidak heran kalau banyak orang tua yang kewalahan dalam mendidik anak, masalah akan semakin runyam dengan munculnya berbagai kendala.

Tantangan Dalam Mendidik Anak

Upaya menancapkan pilar-pilar pendidikan anak yang Islam akan banyak menemui duri-duri tajam. Namun kendala ini selayaknya tidak menjadi batu sandungan yang akan menggoyahkan rumah tangga. Berbagai kendala justru harus kita anggap sebagai tantangan yang perjuangan untuk mengatasinya sarat dengan nilai ibadah. Kaum ibu tidak perlu khawatir kehilangan waktu beribadah, sebab mendidik anak juga ibadah yang mulia di sisi Allah.

Tantangan mendidik anak dapat di pilah menjadi dua yaitu tantangan dari dalam (intern) dan dari luar (ekstern). Pemilahan ini bukan berarti membelah permasalahan, karena pada hakekatnya kedua tantangan ini saling mempengaruhi. Sumber tantangan Intern yang utama adalah orang tua anak itu sendiri. Banyak orang tua yang kurang bahan dan tidak memahami bagaimana cara mendidik anak. Keadaan akan bertambah rumit bila keharmonisan rumah tangga terganggu. Padahal anak membutuhkan tempat berlindung yang aman bagi perkembangan fisik, jiwa dan pemikirannya.
Tantangan lain bisa berasal dari anggota keluarga. Orang tua mungkin sudah berusaha mendidik anak dengan sebaik-baiknya, namun intervensi dari anggota keluarga bisa saja " merusak " suasana. Kasus yang umum terjadi adalah sikap kakek atau neneknya yang terlalu memanjakan si anak (cucu). Akibatnya anak menjadi lebih dekat kepada kakek dan neneknya, dan menganggap orang tuanya terlalu membatasi dirinya. Tantangan ekstern lebih luas lagi cakupannya. Berbagai informasi akan mempengaruhi perkembangan anak dari berbagai sisi.

Tantangan pertama bersumber dari lingkungan rumah. Interaksi anak dengan lingkungannya tidak dapat di elakkan, anak membutuhkan teman bermain dan kawan sebaya yang dapat di ajak bicara. Sedikit banyak, informasi yang di terimanya akan terekam. Lingkungan rumah yang jauh dari nilai-nilai Islam bisa melunturkan pendidikan yang di tanamkan di rumah. Seorang ibu pernah terkejut ketika mendengar anaknya mengucapkan kata-kata yang tidak pantas.
Setelah di selidiki ternyata anak tersebut meniru ucapan temannya yang orang tuanya kebetulan sering cekcok. Proses penyerapan informasi ini sering di alami oleh anak-anak balita yang belum mengerti apa-apa.Mereka cepat sekali meniru suara-suara yang di dengarnya.

Lingkungan sekolah bisa menjadi sumber tantangan kedua. Bagaimana pun guru-guru di sekolah tidak akan mampu mengawasi anak didiknya setiap saat. Interaksi anak dengan teman-temannya di sekolah, apabila tidak terpantau dari rumah, bisa berdampak negatif. Perkelahian pelajar adalah salah satu ekses yang timbul. Anak-anak Islam yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah kemungkinan besar akan di pengaruhi informasi sekuler yang merusak pola pikir dan akhlak mereka, apalagi bila di masukkan ke sekolah-sekolah Nasrani, bukan hanya akhlak yang terkena polusi, aqidah mereka pun sedikit demi sedikit akan goyah. Minimal yang keluar dari sana adalah anak-anak Islam yang tidak mengenal agamanya secara utuh. Dari kacamata pendidikan Islam, jelas ini sangat berbahaya.

Media Massa menjadi sumber tantangan yang sangat sulit di antisipasi. Informasi yang di lemparkan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang kuat. Apabila tidak ada pengarahan dari orang tua, anak akan menyerap semua informasi tanpa terkecuali. Para pendidik di tanah air pernah gusar dengan lagu yang di tayangkan televisi. Bukan hanya karena syairnya yang tidak cocok untuk di konsumsi anak-anak, tapi juga cara berpakaian penyanyi cilik yang membawakannya sangat tidak pantas. Demi kepentingan komersial, lagu anak-anak justru akan menghancurkan identitas anak itu sendiri. Bagi orang tua yang mencoba menanamkan nilai-nilai Islam secara utuh, syair-syair aku ingin jadi peragawati, bintang film dan lain-lain tentu akan merah telinga. Anak-anak seperti di rekayasa untuk memilih profesi yang jauh dari nilai-nilai Islam. Film-film yang di suguhkan untuk anak-anak pun sangat mengkhawatirkan dan bisa mengganggu fikroh serta akhlak. Barat menyerang dengan film-film yang serba super. Sementara produk-produk lokal mengantar anak-anak kita kepada kehidupan yang penuh mistik, khurafat, dan takhayul.

Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa televisi menimbulkan rasa malas. Berbagai persoalan akan berderet panjang bila di sebutkan satu persatu. Ini baru dari televisi, belum dari sumber media yang lain. Padahal banyak stasiun radio, dan majalah yang menawarkan pola kehidupan jahiliyah kepada anak-anak kita. Kedua bentuk tantangan ini memberikan ilustrasi betapa usaha-usaha mendidik anak secara islami tidaklah mudah. Namun demikian, bukan berarti tidak ada jalan keluarnya.

Peran Orang Tua

Meskipun banyak faktor yang bisa mempengaruhi kepribadian seorang anak, orang tua tetap memegang peranan kunci.
Rasulullah SAW bersabda :

" Setiap anak di lahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi ". (HR.Bukhari).

Sayangnya, banyak keluarga Islam yang tidak mengerti seluk beluk pendidikan anak secara Islami. Kondisi ini tidak hanya di alami oleh keluarga miskin yang berpendidikan rendah, tapi juga menjadi momok keluarga berada yang memgecap pendidikan anak. Contoh kaum muslimah Palestina yang meskipun tidak berpendidikan tinggi tapi mampu mendidik anaknya menjadi mujahid. Mengapa harus ibu..?? Meskipun peran ayah tak dapat di abaikan, tapi ibu merupakan pendidik utama seorang anak. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, jadi kalau seorang ibu bekerja, anak yang akan menjadi korban. Dalam mendidik anak, orang tua berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Inilah yang terjadi di Barat, kaum wanitanya berbondong-bondong mengasuh anak kebanyakan hasil kumpul kebo (zina) tanpa suami. Lalu bagaimana caranya agar orang tua terutama ibu dapat mendidik anaknya secara Islami agar mampu menghadapi berbagai tantangan yang ada..??

Pertama : Orang tua sebaiknya memahami apa yang di maksud dengan pendidikan anak dan tujuannya..?? Bila ini sudah di dapat, usaha-usaha untuk mendidik anak secara Islam akan lebih mudah.

Kedua : Banyak membaca dan bertanya. Buku-buku dan tulisan mengenai pendidikan anak akan memberikan informasi yang berharga bagi orang tua. Demi pertumbuhan anak, rasa malas membaca harus di singkirkan jauh-jauh.
Kita juga jangan segan-segan bertanya kepada ikhwan dan akhwat yang berhasil mendidik anak-anak mereka. Paling tidak mereka memiliki pengalaman yang bisa kita jadikan pelajaran.

Ketiga : Pahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian, setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan anak dapat di tanggapi dengan cepat.

Ketiga pesan ini kedengarannya seperti menggurui, namun sebenarnya tidak. Karena pada dasarnya ketiga hal itu adalah kunci. Pemakaiannya tergantung pada " pintu " yang akan kita buka. Dalam kenyataannya, masalah anak tidak bisa di analogikan kasus perkasus, mengingat waktu dan kondisi yang berbeda. Kompleksitas masalah pendidikan anak membutuhkan peran orang tua. Sudah saatnya kita mulai berbenah agar dapat memberikan pola pendidikan yang terbaik kepada anak-anak kita.
Wallahu 'alam...[]

0 Response to "Anak: Antara Fitnah dan Cahaya Hati"

Posting Komentar

Terimakasih Atas Kunjungan Anda "PKS Petiir--Dari Pelosok Banten Bekerja Membangun Indonesia Tercinta"

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...