PERINGATAN HARI ULAMA-RAKYAT BANTEN ke-123
SEJARAH BANTEN TAK BISA DIPISAHKAN DARI PERAN ULAMA
Untuk memahami Banten kini, kita bisa melakukannya dengan berusaha memahami sejarah umum Banten. Provinsi Banten kini menempati ruang yang kurang lebih sama dengan wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Puncak kejayaan Banten dulu juga mencakup wilayah Serang, Pandeglang, lebak, dan Tangerang. Pada abad 16-18, Banten memiliki peranan yang sangat penting dalam penyebaran Islam di Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan.
Sebelum menjadi negara bagian dari Kesultanan Demak dan menjadi Negara mandiri, Banten mulanya adalah wilayah dalam kekuasaan Kerajaan Padjajaran dengan agama resmi Hindu. Pada abad 16, Prabu Pucuk Umum menjabat Raja Padjajaran. Pusat pemerintahan terletak di Banten Girang (Banten Hulu). Sementara Surowosan (Banten Lor) hanya berfungsi sebagai kota pelabuhan.
Menurut kesaksian Joade Barros, seorang ekspedisi Portugis, Banten pada 1516 adalah salah satu pusat pelabuhan dan perdagangan dengan tingkat eskpor lada yang sangat tinggi ke manca negara. Dengan tingkat aktivitas dan letak strategisnya, Banten telah menjadi incaran beberapa negara.
Sementara itu, di Kesultanan Demak, Raden Trenggono dinobatkan sebagai Raja Demak ketiga pada 1524 dengan gelar Sultan Trenggono. Sultan baru ini begitu berambisi menghancurkan kekuatan Portugis. Salah satunya adalah karena Portugis telah menguasai Malaka pada 1512 yang menyebabkan aliran perdagangan pelabuhan-pelabuhan Jawa terganggu. Pada waktu itu, Pajajaran menjalin kerja sama dengan Portugis. Atas dasar inilah, Sultan Trenggono melancarkan aksi perebutan Banten dari kekuasaan Pajajaran.
Dikirimlah sekitar 2000 pasukan di bawah pimpinan Fatahillah. Pasukan ini kemudian singgah di Cirebon untuk bergabung dengan pasukan Sunan Gunug Jati (Syarif Hidayatullah). Sunan Gunung Jati tidak lain adalah mertua Fatahillah. Pasukan gabungan dikirim ke Banten di bawah komando Fatahillah, Syarif Hidayatullah, Dipati Keling, dan Dipati Cangkuang. Sementara itu, di Banten, pemberontakan pimpinan Maulana Hasanuddin terhadap Pajajaran terjadi. Maulana Hasanuddin adalah putra dari Sunan Gunung Jati.
Pasukan gabungan akhirnya mampu merebut Banten dari Pajajaran pada 1526 setelah hamper satu tahun aksi militer dilakukan. Dengan direbutnya Banten, pusat pemerintahan dipindahkan ke wilayah pesisir, yakni ke Surosowan. Banten Lor pun menjadi ibukota Banten. Maulana Hasanuddin menjadi sultan pertama Banten pada tahun yang sama. Pada 1552, kadipaten Banten menjadi Negara bagian Demak.
Keruntuhan Demak terjadi pada 1568 akibat serangan Pajang. Jatuhnya Demak membuat Maulana Hasanuddin memproklamirkan kemerdekaan Banten sebagai negara mandiri. Maka dimulailah era baru Maulana Hasanuddin di Banten. Salah satu capaiannya adalah pembangunan infrastruktur dan pemberian beasiswa kepada sejumlah pelajar agama ke Timur Tengah.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa Banten mengalami perang panjang. Ini melibatkan anak sultan yang bernama Sultan Haji. Sultan Haji berkoalisi dengan Belanda saat menjabat sebagai Sultan Muda Surosowan. Sultan Ageng Tirtayasa harus menghadapi pasukan koalisi Sultan Haji-Belanda. Perang ini menghancurkan Istana Surosowan untuk pertama kalinya.
Selesai perang, Sultan Haji membangun kembali istana dengan arsitek asal Belanda sementara perang terus terjadi. Sultan Ageng Tirtayasa dibantu oleh anaknya, yang bernama Pangeran Purbaya, dan Syekh Yusuf, menantu sekaligus ulama Makasar. Istana Surosowan kembali hancur ketika Sultan Alaudin II berkuasa pada 1803-1808 ketika melawan Herman William Daendels.
Pada 1813, Kesultanan Banten dihapuskan oleh Belanda dan dipecah ke dalam kabupaten-kabupaten kecil. Selanjutnya, ketika fungsi kontrol tradisional kesultanan sudah hilang, rakyat secara swadaya memberikan perlawanan langsung terhadap kolonial. Aksi-aksi rakyat ini banyak diprakarsai, dibimbing, dan dikomandoi ulama. Contoh nyata adalah peristiwa Geger Cilegon yang diprakarsai ulama Banten, KH Wasid. Perlawanan ini berujung pada eksekusi mati KH Wasid pada 28 Juli 1888.
Dari cukilan sejarah Banten ini, kita memperoleh wawasan umum mengenai peran Banten sebagai pusat penyebaran Islam, perdagangan, dan kontribusi nyata ulama di dalam gerakan rakyat. Ulama memegang peranan yang sangat penting. Sejarah Banten tak bisa dipisahkan dari kontribusi para ulama.
Tentu, jika kita percaya bahwa masa lalu adalah tonggak masa depan. Maka membangun Banten ke depan harus disertai dengan kesadaran akan krusialnya posisi dan peran ulama. Merekalah pengawal kejayaan dan kemajuan Banten.
0 Response to "SEJARAH BANTEN TAK BISA DIPISAHKAN DARI PERAN ULAMA"
Posting Komentar
Terimakasih Atas Kunjungan Anda "PKS Petiir--Dari Pelosok Banten Bekerja Membangun Indonesia Tercinta"